![]() |
Samdar Rery (Dosen Universitas Muhammadiyah Papua) |
Namun proses konsolidasi masing-masing para caleg di tengah masyarakat terus berlangsung dalam memperebutkan pilihan pemilih, sehingga menjadi suatu keharusan para caleg terus bekerja mengambil simpati suara pemilih. Dalam proses perebutan pilihan politik warga tentu berkaitan dengan siapa yang memiliki strategi politik, taktik dan metode pemenangan yang baik dalam memenangkan pilihan politik masyarakat, strategi dan taktik politik yang lakukan tentu membutuhkan beberapa indikator politik, yang diantaranya adalah cost politik, modal sosial, dan kekuatan figure dari para caleg yang berkontestasi 2024 nanti.
Akan tetapi fenomena politik yang sering terjadi adalah cost politik sering presepsikan sebagai politik transaksional berupa materi atau sering diartikulasikan sebagai serang fajar (pembelian suara pemilih), menggurita mejadi suatu hal wajar dalam momentum demokrasi electoral. Persoalan ini harus awasi dan dihindari oleh semua pihak, terutama pada masyarakat sebagai pemilih. Masyarakat harus rasional dan cerdas menentukan pilihan politik, jangan sampai hasil pileg menghasilkan perwakilan rakyat yang tidak kredibel dan kompetens dalam memperjuangkan kepengan rakyat.
Segmentasi Pikiran Pemilih
Dalam konstestasi eloketoral perlu dipahami bahwa tipologi pemilih dapat dibagi menjadi 4 kategori pemilih, yakni kategori pemilih rasional, pemilih ideologis, pemilih kultural, dan pemilih pragmatis, pemilih rasional adalah pemilih yang sebelum menentukan pilihan politiknya selalu menggunakan berbagai pertimbangan rekam jejak caleg, ide dan gagasan yang berkaitan dengan problem sosial yang sedang dihadapi dll.
Akan tetapi berbeda dengan pemilih ideologi, adalah pemilih yang bersandar pada nilai-nilai yang diyakini dan diperjuangkan oleh orang yang seideoligi dengannya, pemilih ini hampir sama dengan pemilih kultural, yang menentukan pilihan politik pada orang yang sekultur, seagama, sekomunitas, dll. Namu pada pemilih pragmatis adalah pemilih yang belum ada pilihannya, pilihan politiknya tergantung seberapa bersar nilai kepentingan yang ditransaksionalkan, sehingga pemilih semacam ini perlu dihindari karena tidak mencerminkan demokrasi yang baik.
Selain itu perjuangan para caleg merebut hati dan simpatisan warga dapat dilihat beberapa hal, bahwa dalam komunikasi politik beberapa factor yang sangat dipengaruhi adalah faktor egosentris, sosiotropik, retrospektif, dan prospektif yang lajimnya ada dalam model rasional.
Faktor egosentris, warga biasanya mengevaluasi kondisi dirinya ditengah beragam persoalan di masyarakat yang sedemikian kompleks. Sehingga menjadi bahan evaluasi pada pemilih dan meberikan efek pada tingkat penerimaan dan keterpilihan pemilih terhadap para caleg yang berkompetisi di pileg 2024 nanti.
Faktor sosiotropik, evaluasi umum atas keadaan di masyarakat yang terjadi saat ini, misalnya evaluasi keadaan ekonomi dan kesejahtraan sosial serta pengaruhnya pada warga
Faktor retrospektif, juga memikirkan apa yang suda dikerjakan para caleg atau dijanjikan para caleg. Disini pemilih akan membandingkan dengan masa lalunya masing-masing. Apa yang suda dilakukan oleh competitor calon legislative 2024 nanti.
Dalam konteks saat in incumbent (petahana), kita sulit menafsirkan potensi kemenangan itu dipertahankan atau tidak, dimana masyarakat memiliki pengelaman perjalanan selama menjabat apakah sudah menunaikan janji politiknya kepada masyarakat atau tidak, karna arus informasi mulai beragam mucul di berbagai kanal media, baik berita hoax atau berita negatif bahkan isu-isu rumor, mengigat selama menjabat di periode sebelumnya bisa menjadi pesan kampanye bernilai positif bagi masyarakat atau tidak.
Sementara itu, penentang dari caleg pendatang baru atau para caleg yang lain yang dianggap sebagai pesaingnya diinternal partai, dan dipartai yang berbeda dalam memperebukan basis pemilih di kantong-kantong pemilih potensial di masing-masing komunitas, dimana dinamika pileg dan pemelihan anggota DPD berbeda dengan pilkada dan pilpres.
Sehingga dalam kontestasi demokrasi electoral vote, adalah konpetisi ide dan gagasan, dimana masing-masing para caleg berjibaku meyakinkan janji-jani pesan politiknya yang rasional dan terukur agar warga melihatnya ada prospek edukasi politik ide dan gagasan pada dirinya untuk menjadi rujukan dalam menentukan pilihan politiknya kepada siapa figure caleg yang tepat untuk menjadi wakil rakyat 5 tahun kedepan.
Faktor prospektif, terkait bagaimana cara paslon memperbaiki keadaan. Paslon berupaya mengkomunikasikan program-program kerja secara rasional dan muda dipahami dengan baik, sehingga warga mudah terkognisi dan bisa menerima pesan-pesan kampanye tersebut. Di sini persoalan kecerdasan para calon memotret persoalan sosial dan mampu mengartikulasikan kepada masyarakat, sehingga ide dan gagasan yang berkaitan dengan solusi yang menjawab permasalahan sosial kemasyarakatan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat sebagai pemilik suara.
Pertarungan pileg di 2024 ini memang semakin menegangkan, sehingga ini menjadi tanggung jawab semua pihak terutama para competitor caleg 2024 untuk sama-sama memberikan pesan-pesan politik yang baik, sehingga demokrasi electoral kali ini bisa memberikan hasil yang baik tanpa ada konflik horizontal yang mengorbankan rakyat. dimana fakta politik pada pileg setiap lima tahunan sering sekali terjadi konflik politik selalu digeser ke ranah konflik ideologis dan cenderung irasional, sehingga proses penyelesaian masalah sulit diatasi.
Posting Komentar
Google+ Facebook